Oct 23

Liu Gong Quan, Ahli Kaligrafi Terkenal

SUMBER nama marga Liu berasal dari marga Zhan pada zaman dinasti Chun Qiu. Saat itu ada orang yang bernama Zhan Qin yang merupakan seorang pejabat penjara di sebuah daerah bernama Liu Xia. Keturunannya menggunakan nama daerah itu sebagai nama marga.
“Sumber lainnya menyebutkan, sebuah daerah bernama Liu diberikan kepada Kaisar Chu Huai Wang pada zaman Zhan Guo. Dan keturunannya menggunakan nama itu sebagai nama marga,” ujar John, seorang pengamat budaya Tionghoa yang membacakan buku Bai Jia Xing kepada Tribun.
Tokoh dalam marga Liu adalah Liu Zong Yuan, yakni seorang sastrawan terkenal pada zaman Dinasti Tang. Tokoh lain adalah Liu Gong Quan yang merupakan seorang ahli kaligrafi pada zaman Dinasti Tang. Tokoh ketiga yakni Liu Yong, yakni seorang penyair terkenal di Dinasti Song.
Alkisah, sejak kecil Liu Gong Quan sudah senang menulis indah. Ia sering mengikuti lomba menulis dengan anak kecil lainnya dan selalu menang. Sayang, ia berperilaku agak sombong, sehingga sering memuji tulisannya sendiri.
“Saat ia sedang memuji tulisannya sendiri, seorang penjual tahu melintas dan mengatakan jika tulisannya kurang bagus dan lembek seperti tahu yang dijualnya,” paparnya.
Liu pun merasa tak senang dengan kata-kata penjual tahu. Ia mengajak penjual tahu itu berlomba menulis indah dengannya. Tentu saja penjual tahu tak mampu menulis, namun ia mengatakan ada orang lain di ibukota yang mampu menulis indah menggunakan kaki.
“Liu pun bergegas pergi ke ibukota untuk melihatnya. Ia melihat seorang pria tua yang duduk di bawah pohon dan menulis menggunakan kakinya karena ia tak memiliki tangan,” jelas John.
“Liu melihat tulisan pria tua itu sangat indah meski menggunakan kaki. Ia bersujud di depan pria itu supaya diizinkan menjadi muridnya. Tapi pria itu mengatakan, satu-satunya jalan supaya bisa menulis indah adalah dengan terus belajar dan berlatih,” tambahnya.
Akhirnya, Liu mampu menjadi seoranh ahli kaligrafi terkenal dan rendah hati, karena ia tahu kalau belajar itu tak akan pernah berhenti dan jangan pernah merasa puas dengan diri sendiri.


Oct 5

NAMA marga Huang berasal dari marga Ying yang merupakan keturunan dari pemimpin sebuah kelompok masyarakat yang hidup sekitar 5.000 tahun lalu. Pimpinan yang bernama Lu Zhong tersebut mendirikan sebuah negara bernama Huang di sekitar daerah Heng Nan pada zaman Dinasti Shang.

“Kendati negara itu akhirnya musnah karena diserbu dinasti Zhou, tetapi keturunannya tetap menggunakan nama negara Huang sebagai nama marga,” ujar John, seorang pengamat budaya Tionghoa di Batam yang membacakan buku Bai Jia Xing terbitan Tiongkok kepada Tribun.

“Sementara, sumber kedua marga Huang berasal dari suku-suku kecil di bagian selatan Tiongkok,” tambah John.
Tokoh-tokoh dalam marga Huang antara lain adalah Huang Xie yang merupakan seorang perdana menteri (PM) pada zaman Zhao Guo. Tokoh kedua adalah Huang Gai, yakni seorang jenderal negara Dong Wu pada zaman Zhan Guo. Tokoh ketiga adalah Huang Chao yang merupakan seorang pemimpin revolusi petani pada akhir Dinasti Tang.

Alkisah, di zaman Zhan Guo, Jenderal Cao Cao berhadapan dengan tentara gabungan pimpinan Liu Bei dan Sun Quan. Mereka semua sedang berada di sebuah daerah bernama Chi Bi yang berseberangan dengan Sungai Chang Jian.
Cao Cao menggabungkan kapal-kapal perangnya dan menaruh papan di atas kapal sehingga menjadi daratan besar di atas kapal. Tentara Liu Bei dan Sun Quan yang tak memiliki mata-mata tentu saja tak bisa mendekati kapal Cao Cao. Setiap kali mereka mendekat, mereka akan langsung diserang pasukan Cao Cao.

Cao Cao sendiri memiliki mata-mata di pasukan gabungan. Liu Bei dan Sun Quan yang mengetahui adanya mata-mata itu pun bersandiwara di depannya. Jenderal Huang Gai yang merupakan pimpinan Liu Bei dan Sun Quan pura-pura berselisih pendapat dengan Zhou Yu yang merupakan panglima pasukan gabungan. Zhou Yu berpura-pura memukul Jenderal Huang Gai di depan mata-mata Cao Cao.

Setelah bersandiwara, Jenderal Huang Gai membawa serombongan pasukan untuk pura-pura menyerah kepada Cao Cao. Beberapa hari sebelumnya, ia mengirim surat kepada Cao Cao dan menyatakan diri menyerah.

“Cao Cao pun percaya. Huang Gai membawa pasukannya dengan beberapa kapal kecil yang di dalamnya juga berisi minyak dan bahan bakar lain. Mereka juga membawa sebuah kapal kecil untuk kabur,” terang John.

Ketika mereka sampai ke kapal Cao Cao, ia berpikir pasukan Huang Gai sudah menyerah sehingga ia tak menyerang mereka lebih dulu. Saat sudah mendekati kapal Cao Cao, Huang Gai beserta pasukannya segera membakar kapal mereka sendiri, sehingga kapal besar yang sudah dirantai menjadi satu itu tak bisa saling melepaskan diri.

“Semua pasukan Cao Cao yang berjumlah sekitar 800 ribu itu pun mati, dan Cao Cao harus mengakui keunggulan Huang Gai dan pasukannya yang hanya berjumlah sedikit namun lebih cerdik,” jelasnya.